Tuesday, February 26, 2013

Hadiah Terbaik Pernikahan Kami

Bismillah...

Tanggal 25 februari 2012, ia yang tadinya hanyalah kakak kelas, yang saya juga baru tau bahwa dia itu kakak kelas saya ketika ketemu di pernikahan kenalan saya, berubah status jadi suami saya. Dan pada titik terendah dalam 22 tahun hidup saya, dialah yang menemani saya tanpa ada keluhan. Hanya ada kata sabar dan sabar yang ia bisikkan di telinga saya saat air mata saya meleleh karena tak kuasa menahan sakit pasca operasi. Ia juga yang tak protes saya lempari bantal di tengah malam saat masih di rumah sakit, karena saya butuh bantuan untuk meraih segelas air yang jauh dari jangkauan tangan saya. Saya saat itu kehausan, tidak bisa tidur dan sedikit gerakan tubuh membuat saya merintih kesakitan karena luka operasi masih basah, sedangkan ia sudah terlelap karena lelah bolak-balik rumah-kantor-rumah sakit. Dan banyak lagi kesabaran yang ia punya untuk saya, saat saya benar-benar membutuhkannya.
Ia adalah hadiah dari Alloh di 9 bulan tahun ke 22 hidup saya, hadiah yang datang bersamaan dengan status pernikahan yang tersemat di jiwa saya, ruh saya.
Dan kini, satu tahun telah berlalu. 365 hari saya berlalu lalang di “rumah”: menjejaki ruang berfikir, sifat dan karakter, sikap dan perilaku dirinya. Sakit, lelah, sedih, bahagia, senyum dan tawa telah hadir beriringan saat menyesuaikan diri dengan berbagai macam perbedaan di antara kami.
Saya juga berlatih untuk merelakan ia pergi saat saya ingin dia ada di sini saja, di rumah saja. Satu-dua-atau 10 hari di luar kota tak jarang membuat saya manyun sendiri.