Bismillah...
Tanggal 25 februari 2012, ia yang tadinya hanyalah
kakak kelas, yang saya juga baru tau bahwa dia itu kakak kelas saya ketika
ketemu di pernikahan kenalan saya, berubah status jadi suami saya. Dan pada
titik terendah dalam 22 tahun hidup saya, dialah yang menemani saya tanpa ada
keluhan. Hanya ada kata sabar dan sabar yang ia bisikkan di telinga saya saat
air mata saya meleleh karena tak kuasa menahan sakit pasca operasi. Ia juga
yang tak protes saya lempari bantal di tengah malam saat masih di rumah sakit,
karena saya butuh bantuan untuk meraih segelas air yang jauh dari jangkauan
tangan saya. Saya saat itu kehausan, tidak bisa tidur dan sedikit gerakan tubuh
membuat saya merintih kesakitan karena luka operasi masih basah, sedangkan ia
sudah terlelap karena lelah bolak-balik rumah-kantor-rumah sakit. Dan banyak
lagi kesabaran yang ia punya untuk saya, saat saya benar-benar membutuhkannya.
Ia adalah
hadiah dari Alloh di 9 bulan tahun ke 22 hidup saya, hadiah yang datang
bersamaan dengan status pernikahan yang tersemat di jiwa saya, ruh saya.
Dan kini, satu tahun telah berlalu. 365 hari saya berlalu
lalang di “rumah”: menjejaki ruang berfikir, sifat dan karakter, sikap dan
perilaku dirinya. Sakit, lelah, sedih, bahagia, senyum dan tawa telah hadir
beriringan saat menyesuaikan diri dengan berbagai macam perbedaan di antara
kami.
Saya juga berlatih untuk merelakan ia pergi saat
saya ingin dia ada di sini saja, di rumah saja. Satu-dua-atau 10 hari di luar
kota tak jarang membuat saya manyun sendiri.
Tapi toh saya akhirnya bisa
mendikte diri saya, mendikte ego saya, bahwa saya adalah nomor tiga, bahkan
nomor 4 dalam urutan prioritas hidupnya. Karena saya memang ada setelah Alloh,
Muhammad, dan Jamaah-Umat Islam! Pertama dan kedua itu sudah tak perlu jadi
pertanyaan, itu mutlak. Utk yang ketiga? Menurut saya itu juga sebuah nilai
absolut di dalam pernikahan kami. sejak awal saya sudah tau bahwa ia bukan
milik saya saja, ia adalah bagian dari modal utama pergerakan da’wah di negara
ini. begitupun nilai saya untuknya. Namun untuk urusan dunia, bisnis misalnya,
saya masih enggan mengalah. Meski saya akhirnya selalu berusaha untuk merelakan
ia pergi, mitra/kliennya lebih membutuhkannya. J
Dan sekarang saya berbahagia... sebab ada hadiah
istimewa yang diberikan kepada saya, kepada kami, di ulang tahun pertama
pernikahan kami. hadiahnya tidak berbentuk benda, tapi bisa dilihat oleh semua
orang. Hadiah yang paling membahagiakan.
Beberapa bulan sebelumnya, ia dan saya telah
berlarian kesana kemari, khususnya di Kota Bandung untuk mempersiapkan
segalanya. Ia dan saudara-saudaranya dan saya bersama saudara-saudara saya.
Berbeda tempat, beda aktivitas, namun tujuan kami sama. Beberapa hari menjelang
anniversary pernikahan kami, ia semakin sering pulang malam. Beberapa jam di
akhir pekan pun tak lagi bisa dicuri untuk menjadi waktu berdua saja.
Tanggal 23 malam, ketika kami melintasi kantor PT
Dirgantara Indonesia dari Turangga menuju rumah, saya berucap di dekat
telinganya dengan tangan melingkari pinggang erat-erat.
“Kak, kalau nomor 4 menang, itu sudah cukup jadi
hadiah pernikahan untukku”
Ia hanya mengangguk.
Dan benarlah... kerja-kerja kecil kami yang bersatu
padu dengan kerja-kerja kecil saudara-saudara kami di seluruh Jawa Barat memberikan
hadiah yang sangat kami dambakan. Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, dua tokoh
yang kami calonkan jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, dinyatakan
menang oleh hasil quick count 9
lembaga survei nasional. Allohu akbar!!!
Sungguh saya berlinangan air mata ketika menonton
tayangan hitung cepat di TV usai jadi saksi di salah satu TPS di kelurahan
tempat saya tinggal. Jerih payah dan doa2 kami seperti dibayar tunai oleh
Alloh. Genangan di mata itu sama dengan yang saya rasakan ketika menyaksikan
orasi ibu Netty Heryawan, saat beliau mewakafkan suaminya untuk kepentingan
rakyat Jawa Barat. Adakah romantisme pasangan suami-isteri masa kini lain yang
begitu menggetarkan seperti yang mereka tunjukkan? J
Well, Ini adalah hadiah termahal yang Alloh hadirkan
di tahun pertama sekolah kehidupan rumah tangga kami. Saya yakin Alloh masih
menyimpan banyak hadiah-hadiah mengejutkan untuk kami di masa yang akan datang.
Hadiah ini juga akan menjadi bahan bakar untuk perjuangan kami di pesta demokrasi
yang lain: Pilwalkot Kota Bandung, pilpres, pemilu dan legislatif. insyaAllah...
insyaAllah.. J
Epilog
25 Februari 2013 malam kami melakukan perayaan kecil
di sebuah restoran ramen halal di Jalan Setiabudhi. Pembicaraan di sela-sela
makan malam itu masih diwarnai oleh Realcount Pilgub Jabar, partai koalisi, dan
media mainstream. Setelah kami selesai makan, kami mampir sebentar di kantor
Kelurahan Husein Sastranegara untuk melihat kondisi penghitungan suara di sana.
Lalu suami saya mengantarkan saya pulang ke rumah dan ia kembali lagi ke
kelurahan untuk ikut mengawal di sana J.
Mungkin memang bukan malam penuh romantisme seperti di novel2, tapi menurut
saya malam itu termasuk ke dalam 10 malam terbaik di hidup saya. ^__^
P.S. :
Mungkin satu atau dua orang bertanya2 mengapa saya
begitu peduli akan politik, partai, dan sebagainya. Saya hanya mau mengatakan
bahwa: hidup saya menjadi lebih bermakna ketika saya mengenal jamaah ini. dan
jamaah ini tidak pernah bisa dipisahkan dari semua lini kehidupan termasuk
politik. Saya dan dia telah menjadi bagian dari jamaah ini jauh sebelum menjadi
suami-isteri, karena itu mitsaqon gholidza tidak boleh melemahkan keterikatan
masing-masing diri kami kepada jamaah, dengan semua pengorbanan yang tertagih
olehnya. J
Ya, hingga kini pun saya masih belajar memaknai
keluarga da’wah yang kami cita-citakan bersama. Mohon do’anya. =)
_repost dari blog saya yang ini : http://hikariazzahirah.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment