Friday, January 17, 2014

Toleransi Bagi Si Single #1



setiap fase kehidupan, kita selalu diberi kesempatan untuk belajar.

saat masih sendiri, maka kita belajar untuk bersimpati pada yang telah menikah.
bagi yang sudah menikah, maka fase itu mereka belajar untuk berempati bagi si single yang masih berikhtiar dan bertawakal menanti si jodoh.

saat masih sendiri, kita belajar bersabar .
dan saat sudah menikah, maka kita belajar untuk menahan diri agak tak mengumbar bahagia.
karena hidup tidak hanya dijalani berdua, ada mereka yang masih belajar tegar.

dimana tolensi untuk si single (photo by hikari)
tentu yang sudah menikah pernah mengalami fase single dimana segala pertanyaan "kapan?" terasa memuakkan.dan tentu mereka, saya dan kamu, yang sudah menikah juga pernah mengalami saat2 ketika menghadiri pernikahan rekan, rasa bahagia atas senyum saudaranya dan harap-harap cemas akan masa depan diri berbaur jadi satu dalam dada.

saat sudah menikah, alangkah bijak jika menahan diri menjadi hijab yang dipakai.
menikah bukan berarti menjadi ajang balas dendam terhadap perlakuan yang diterima dari para “senior”nya dulu. malah seharusnya, menurut saya, menjadi sebuah sarana untuk memberikan teladan (jika ini bisa disebut sebagai teladan) yang berbeda bagi orang lain. well, ini tak hanya tentang perasaan si single tetapi juga mengenai perkara yang seharusnya hanya dinikmati berdua saja: kita (saya, misalnya) dengan pasangan kita.

saya tidak menampik bahwa menahan diri adalah hal tersulit
karena yang kita lawan adalah diri sendiri, hawa nafsu kita sendiri. it takes more than forever hehe

sebagai contoh nyata, saya akan menceritakan tentang saya saja karena sungguh saya tidak tahu detil bagaimana kehidupan pernikahan orang lain selain diri saya sendiri.

saya menikah tgl 25 Februari 2012, hampir 2 tahun yang lalu.
saat sebelum menikah, tema mengenai publikasi massal pasca pernikahan pernah kami bahas dan kami sama-sama sependapat bahwa hal itu adalah salah satu bentuk ke-alay-an dan tidak penting. memang tidak ada kesepakatan tertulis, namun sejak akad selesai kami tidak pernah:
  • saling menge-tag di facebook dengan kalimat2 penuh cinta semacam “untuk kekasih hatiku blablabla…”
  • mensyen di twitter seperti “hati2 ya sayangku… blablabla..” padahal suami saya sering pergi keluar kota, satu-dua hari atau 10 harian.
  • atau dengan “I love you suami/isteriku..”
  • mengupload foto dengan berbagai posisi -yang katanya- romantis di facebook atau instagram. 
ini foto terakhir di profil picture facebok saya dan suami saya
punya saya

punya suami saya
apakah benar2 tidak ada interaksi full of romance seperti itu di antara kami? tentu saja ada.
saya biasa mengirimkan pesan via whatsapp, sms, atau telepon untuk mengutarakan kerinduan, rasa sayang, cinta dan sebagainya. karena buat saya, saya merasa malu jika mengutarakan hal itu via twitter atau facebook. saya merasa jika begitu saya seperti menyatakan cinta melalui toa masjid yang tersambung dengan semua layar Handphone di seluruh dunia.
saya tau dan semua orang yg kenal saya insyaAllah tau bahwa dia adalah suami saya, yang tentu saja satu-satunya laki-laki yang saya cintai, tetapi saya punya pendapat bahwa ucapan cinta saya tidak perlu menjadi konsumsi publik. cukup buat suami saya saja.

bagaimana dengan saling mengetag di facebook? tentu pernah, meski tidak sering.
saya beri contohnya dari screenshoot profil facebook saya:
*saya cuman nemu ini, kayaknya ada satu lagi :D*
dari tulisan ini bukan berarti saya akan mengatakan bahwa karena komitmen yang sudah saya dan suami sepakati, saya tidak punya keinginan untuk mengekspos kehidupan saya pribadi di khalayak ramai. tentu masih ada. bahkan ada suatu saat ketika saya sudah hampir menuliskan sesuatu di twitter saya atau kotak update status di facebook mengenai kebahagiaan yang saya rasakan, tetapi  sebelum saya mengklik “tweet” atau “update” saya kembali berfikir apa manfaat saat saya mempublish itu. apakah hanya ingin pamer? mengharapkan like atau komentar dari orang2?
setelah saya berfikir beberapa saat, saya lalu mendelete apa yang telah saya tulis dan melupakan semuanya.

to be continued…

No comments:

Post a Comment